Kamis, 07 Oktober 2010

Twittergenic

oleh abidz anam

Baru-baru ini teman saya, seorang mahasiswi cantik, mengungkapkan kekecewaannya atas sebuah kencan buta yang dia baru saja dia lakukan dengan seseorang yang dia kenal melalui twitter.

‘Ternyata pas gue temuin, mukanya gak sebagus twitnya,’ kata dia, kesal.

‘Maksud lo, mukanya aslinya gak sebagus avatar twitter-nya?’ tanya saya, mencoba untuk paham apa sih yang sebenarnya dia maksud.

‘Bukan, maksud gue, mukanya dia gak sekeren tulisan twitter-nya. Jadi, tulisan twitter-nya dia itu keren banget. Kalo lo baca timeline-nya dia ya, kesannya dia yang keren abis gitu lho, Dik. Soalnya kebanyakan isi twitternya tuh yang smart dan sophisticated gitu. Dia juga sering nulis pake bahasa Inggris yang keren-keren abis itu. Kadang gue malah suka buka kamus kalo lagi baca twitternya dia.’

Dari tulisan-tulisan twitter-nya yang keliatannya smart, sophisticated, dan penuh bahasa inggris tinggi ini, teman saya membayangkan pasti di kehidupan nyata, muka orang tersebut juga smart, keren, dan kebule-bulean: semacam laki-laki kacamata dengan muka blasteran. Pada kenyataannya, yang ditemui teman saya ini justru mas-mas lusuh, giginya item-item, dan bermuka lebih tua sepuluh tahun dari aslinya.

‘Sepatunya bahkan sepatu converse!’ seru dia.

‘Lah, gue juga pake converse!’ kata saya.

‘Makanya gue gak mau kan sama orang-orang semacam elo!’
Saya diam saja.

Saya berkata kepada teman saya, bahwa dia baru saja bertemu dengan seseorang yang twittergenic, orang yang kalau dari tulisan tweets-nya kelihatannya keren abis, tapi aslinya ancur abis.

Di era yang serba gampang untuk kenalan dan flirting dengan orang baru, maka banyak sekali orang-orang twittergenic yang muncul. Sama seperti dulu orang-orang di Facebook yang photogenic –kelihatan cantik di foto profile tapi pas ketemu ancur-, sekarang orang bisa keliatan keren dari konten twitter-nya. Dari cara dia menulis, yang bisa memberikan persona yang lebih besar dari dirinya yang sebenarnya. Bisa membuat cewek-cewek, atau cowok-cowok, untuk berimajinasi dan punya image yang tak masuk akal untuk orang ini.

Munculnya keberadaan orang-orang twittergenic tidak sepenuhnya merugikan. Hal ini justru memberikan kesempatan kepada orang jelek untuk bisa menggaet pacar dengan lebih elegan. Twitter memberikan suatu hal yang tadinya orang yang jelek dan kurang percaya diri tidak punya: sebuah kesempatan untuk didengarkan lawan jenis mereka. Di era twitter yang tinggal lihat timeline untuk tahu tentang orang tersebut, orang-orang yang kurang beruntung ini akhirnya dapat kesempatan untuk didengarkan, dan dibaca,terutama jika tweet-tweet-nya menarik. Orang-orang ini juga punya kesempatan untuk membuat first move, atau mengatakan pick up line yang ciami dengan cara me-reply orang yang mereka incar di twitter. Selanjutnya, terserah kepiawaian masing-masing orang untuk merangkai kata-kata.

Pada akhirnya, teman saya ini, yang tadi saya ceritakan di awal tulisan, malah naksir beneran sama temen kencan butanya yang dia bilang seperti mas-mas itu. Yah, kalo udah suka, cakep apa jelek juga gak masalah kan?

0 komentar:

Posting Komentar